Saat aku bisa melihat kesalahan orang lain adalah sebagai kesalahanku, maka aku percaya bahwa aku sedang berjalan menuju kepada kebenaran…
Selama ini kita selalu beranggapan bahwa orang yang sakit jiwa sama dengan orang gila. Orang yang kejiwaannya terganggu dimana suka tertawa atau berbicara kacau sendiri dan tempatnya adalah di Rumah Sakit Jiwa Sumber Waras.
Tak salah memang!
Umumnya demikianlah penilaian dan pemahaman kita.
Mungkin saja kita masih sering bertemu dengan mereka yang sakit jiwa atau kita namakan orang gila itu di jalanan dengan pakaian kumal dan bertingkah aneh layaknya orang yang tidak waras. Mungkin kita senyum-senyum, merasa jijik, atau bahkan tak tahan untuk menertawakan saat melihat mereka.
Bisa jadi kita merasa kasihan atas ketidakwarasan mereka dibalik kewarasan diri kita.
Tetapi pernahkah kita berpikir atau merenungkan, bahwa kita yang merasa masih normal ini dan suka menertawakan atau menilai orang lain mengalami gangguan jiwa, sebenarnya jiwa kita sendiri juga masih sakit?
Syukurlah bila diri kita sudah memiliki jiwa yang sehat dan tidak terganggu. Bukan hanya sekadar merasa. Tetapi telah bisa menjadi manusia yang hidup dengan jiwa sejati, sehingga menjalani hari-hari penuh kebaikan dan kewarasan.
Berbeda dengan diriku yang ternyata dibalik kewarasannya masih memiliki ketidakwarasan alias jiwanya masih terganggu. Masih belum sanggup menstabilkan jiwa sejatinya, sehingga sering mengalami sakit yang terwujud dari tingkah laku.
Suka tertawa sendiri atau menertawakan orang lain adalah buktinya.
Aku benar-benar merasa menjadi manusia yang hidup dengan jiwa yang sehat. Belum menjadi manusia yang hidup dalam kesadaran sepanjang waktu. Ada kalahnya jiwaku masih terganggu atau boleh dikatakan masih mengalami sakit jiwanya. Karena masih memiliki sifat-sifat yang tak mungkin ada lagi pada diri seorang manusia yang jiwanya telah sehat.
Beberapa diantaranya penyakit yang masih ada padaku dan menggerogoti jiwaku:
MELIHAT KESALAHAN ORANG LAIN DAN MENGHAKIMI
Inilah penyakit yang paling nyata-nyata masih ada padaku yang belum kuasa untuk aku sembuhkan. Mata dan hati ini masih suka melihat dan menilai kesalahan-kesalahan yang dilakukan oleh orang lain. Begitu jelas bisa melihat dengan telanjang setiap kesalahan yang ada.
Dari atas singgasana keangkuhan menatap setiap kesalahan yang dilakukan. Kemudian menilai dengan sempurna seakan diri ini adalah hakim yang paling adil dan benar. Kamu salah, dia salah, kalian juga salah. Semuanya salah.
Tak sadar bahwa ketika masih ada hati yang bisa melihat kesalahan-kesalahan orang lain, sesungguhnya kesalahan yang paling nyata adalah karena masih memiliki hati yang salah. Jiwanya belum sehat.
SUKA MEMBICARAKAN KEJELEKAN ORANG LAIN DAN BERKATA TIDAK PANTAS
Mulut adalah corong kebenaran. Mulut adalah sumber kebaikan. Mulut tidak boleh sembarang digunakan. Tetapi karena nafsu dan tak bisa mengendalikan diri, akhirnya lebih banyak disalah fungsikan. Sembarangan digunakan. Lebih banyak digunakan untuk membicarakan hal-hal yang tidak perlu, bahkan merugikan.
Salah digunakan untuk membicarakan dan menyebarkan kejelekan orang lain. Begitu mudah dan lancar keluar kata-kata ketika berkenaan yang dibicarakan adalah kejelekan setiap orang yang dikenal. Begitu jelas dan hafal dibicarakan setiap kejelekan yang ada pada orang lain.
Begitu juga masih dengan entengnya kata-kata tidak pantas meluncur keluar dari mulut ini. Tidak pantas dalam arti kasar, jorok, tidak sopan, sehingga membuat risih dan sakit hati.
Sengaja atau tidak sengaja. Tetapi itulah membuktikan bahwa jiwaku belum bersih, sehingga terwujud dari kata-kata yang tidak layak.
BERBOHONG
Berbohong? Ya, berbohong! Inilah penyakit jiwa yang masih kronis. Sampai saat ini belum tersembuhkan juga dari diri ini. Selalu saja ada pembenaran untuk melakukan kebohongan. Kebohongan menjadi santapan beracun namun telah dianggap sebagai menu yang sehat.
Tanpa disadari dan menjadi menu sehari-hari yang dirindukan. Bukan hanya sekadar bohong pada sesama. Bahkan diri sendiri dan Tuhan masih berani juga dibohongi.
Seakan merasa semua tidak apa-apa dan masih bisa ditoleransi dan selalu menghibur diri dengan berkata, tidak apa-apa.
Tetapi bagaimanapun berbohong adalah penyakit hati yang wajib diobati. Tidak ada alasan harus ada sampai mati.
Kebohongan tidak akan ada bila telah tumbuh jiwa sejatinya.
KEBENCIAN DAN BELUM BISA MENGASIHI
Jangan membenci dan kasihilah sesamamu sebagaimana engkau mengasihiKu. Begitulah kehendakmu Tuhan yang nyata. Tetapi ternyata begitu maha sulit untuk diwujudkan dalam kehidupan.
Ada saja alasan untuk membiarkan kebencian berseliweran di dalam jiwa. Menebarkan benci disana-sini. Begitu banyak alasan yang dimiliki sehingga merasa boleh dan pantas untuk membenci.
Dimanakah hati yang mengasihi itu.
Bila memang belum sanggup mengasihi, minimal janganlah menyimpan benci dihati. Bukankah lebih baik bersikap hati-hati dalam menggunakan hati ini?
Sungguh memalukan bila masih ada kebencian, karena itu menandakan masih ada kebusukan sebagai bukti jiwa yang belum sehat.
Bila masih mau diurutkan, sepertinya masih akan banyak yang bisa dituliskan. Tetapi yang bisa diuraikan hanyalah beberapa penyakit yang masih menggerogoti jiwaku yang membutuhkan penganan segera untuk disembuhkan. Karena semua itu sungguh mengganggu.
Tak perlu harus dibawa ke Rumah Sakit Jiwa, tetapi yang diperlukan adalah selalu mau intropeksi diri dan merenungi, sehingga timbul sebuah kesadaran. Kemudian hadirkan sebuah tekad untuk mengubah diri kembali memiliki jiwa yang sehat dan menjadi manusia yang sesungguhnya.
Semoga
http://filsafat.kompasiana.com/2010/12/29/aku-masih-sakit-jiwa/
0 komentar:
Posting Komentar